Kisah Mbah Buyah dan TTKKDH

YAYASAN KESTI TTKKDH
1

Perkembangan aliran Pencak Tjimande yaitu setelah para murid menyelesaikan pendidikan di Bogor, mereka kemudian menyebar dan ada yang kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Embah Buyah salah seorang murid Embah Main, kemudian kembali ke Kampung Oteng di Kecamatan Warung gunung Kabupaten Lebak, selanjutnya melakukan petualangan ke daerah Lampung Peristiwa ini diperkirakan berlangsung dalam tahun 1948.

Embah Buya yang orang asli Kabupaten Lebak, sebelum berguru kepada Embah Main berprofesi sebagai pedagang tembakau yang menjual dagangannya ke Karawang.Di Karawang Embah Buya kemudian menikah dengan wanita Karawang bernama Asten yang juga adalah murid Cimande Mbah Main atau dikalangan warga Cimande (sebutan bagi murid Cimande) disebut Ibu Asten atau Embah Dosol. Embah Buyah menerima pendidikan penca Cimande dari Embah Main yang mendirikan pusat pelatihan di kebun jeruk beliau di sebelah hilir, dimana Embah Main memiliki 2 buah kebun jeruk satu di girang satunya di hilir.

Sebutan girang dan hilir merujuk pada posisi suatu tempat yang berada pada posisi di atas dan di bawah.Jadi kebun jeruk hilir adalah menunjukkan letak kebun tersebut di posisi lebih rendah dari kebun jeruk lainnya.

Embah Buyah kemudian melanjutkan pengembangan Pencak Tjimande di Lampung dengan membuka paguron yang menerima murid khusus orang-orang Jawa. Penerimaan murid dari kalangan orang Jawa dilatar belakangi suatu kisah seperti yang dituturkan oleh Carsa bahwa suatu waktu ada orang Melayu Lampung berniat berguru kepada beliau, ternyata kemudian si orang Melayu tersebut hanya ingin menguji kemampuan Embah Buyah. Embah Buyah tidak menyenangi hal itu sehingga beliau kemudian mengusir orang tersebut bahkan kemudian beliau menyatakan tidak akan mau menerima orang Melayu yang berasal dari Lampung. Paguron Cimande Embah Buyah di Lampung kemudian diberi nama Tjimande Tarikolot Kebon Djeruk Hilir.

Tampaknya Embah Buyah memberi nama paguronnya didasari tanda bakti beliau kepada pendiri dan guru penca beliau dimana pendiri penca Cimande yaitu Embah Khaer mendapatkan ilmu silatnya di Kampung Tarikolot dekat Sungai Cimande, kemudian penamaan Kebon Djeruk Hilir mengadopsi nama tempat Embah Buyah menerima ilmu pencak Cimande dari Embah Main gurunya.

Tahun 1951 dibuatlah suatu aturan hukum yang sifatnya mengikat kepada seluruh warga TTKKDH yang disebut pertalekan Cimande. Tujuannya adalah sebagai pengarah tertulis bagi murid sekaligus penjaga nama baik bagi TTKKDH itu sendiri.

Pada tahun 1953, Embah Buyah kembali ke Kampung Oteng dan mendirikan paguron TTKKDH di sana. Meski tidak diperoleh informasi kapan Embah Buyah meninggal dunia, namun TTKKDH terus berkembang sepeninggal beliau. Murid-muridnya meneruskan tradisi dan paguron TTKKDH dan sejak ditangani oleh Embah Ranggawulung nama TTKKDH melekat sampai sekarang pada perguruan silat Cimande ini.

Selanjutnya, bagaimana kisah Abah Madharis berguru kepada Embah Buyah?

Bagaimana pula kisahnya Abah Madharis selaku murid Abah Buyah mendirikan Yayasan Kesti TTKKDH?

Mari kita ikuti kisahnya berdasarkan bukti sejarah pada tulisan selanjutnya ........

Posting Komentar

1Komentar

  1. salam pertaleqan. kenapa tulis kisah nya tidak dari mbah khaer. sejarah ilmu silat mbah khaer sebelum mbah buya 🙏🙏

    BalasHapus
Posting Komentar