Tjimande Tarik Kolot Kebon Djeruk Hilir (TTKKDH) merupakan salah satu aliran Pencak Silat yang ada di Indonesia khususnya di tanah Jawa Barat. Aliran ini merupakan aliran dari Pencak Silat yang tertua.Menurut sumber yang penulis dapat, Tjimande adalah nama sebuah desa yang ada di daerah Tarik Kolot Bogor. Aliran Cimande berasal tari ilmu tharekat yang disebarkan oleh keturunan Sunan Gunung Djati (Cirebon). Cimande menurut bahasa “Tji” (bahasa sunda) adalah air sedang “ Mande” (bahasa sunda) yang berarti suci, jadi Tjimande menurut bahasa adalah air suci.
Aliran Tjimande memiliki keunikan tersendiri dari persilatan yang
lainnya.Sesuai dengan makna Tjimande (air suci), makamakna tersebut dijadikan
sebuah syarat untuk perekrutan menjadi murid aliran Tjimande yaitu membaca dua
kalimat syahadat.Kemudian aliran pencak silat mulai dipelajari oleh banyak
orang,dan merupakan aliran tertua, sekaligus sebagai aliran yang banyak
melahirkan organisasi pencak silat di Indonesia, dan salah satunya adalah
organisasi persilatan Perguruan TTKKDH yang berkembang di Banten.
Berdasarkan kisah yang ada, aliran TTKKDH mengadopsi gerakan
pertarungan 2 ekor binatang yaitu harimau dan kera.Menurut penuturan informan
pada awal cerita sebelum terbentuknya persilatan TTKKDH belum ada istilah
jurus-jurus tjimande, bahkan paguron resmi bernama tjimande pun belum ada.Yang
ada adalah jurus pamacan dan pamonyet yaitu mengembangkan jurus serang - elak
(istilah timpah-buang) yang berasal dari tingkah kedua binatang tersebut. Seiring
waktu dalam perkembangannya yaitu setelah masyarakat menerima pencak tjimande
ini, terjadilah persebaran ke seluruh Jawa, yang meliputi Jawa Barat dan
Banten. Kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Pencak silat aliran Tjimande pertama kali diciptakan
dari seorang Pendekar Silat bernama Mbah Khaer. Mbah Khaer adalah seorang
pendekar Pencak Silat yang disegani.Mbah Khaer bertempat tinggal di kampung
Pamarayan Banten.Kemudian sekitar tahun 1720 Mbah Khaer tinggal di daerah
kecamatan Cikolong Kulon (Kampung Mande kabupaten Cianjur).Di daerah Cianjurlah
Mbah Khaer memperdalam ilmu bela diri, sehingga menjadi mahir dan terkenal di
kabupaten Cianjur.Berkat kemahirannya Mbah Khaer diminta oleh Bupati Cianjur
yang bernama Rd. Enah Wira Atmaja untuk melindunginya dibidang
keamanan.Sehingga mereka mempunyai hubungan yang sangat erat. Pada awal tahun
1725 M Bupati Cianjur Rd. Enah Wira Atmaja pindah ke Bogor menjabat sebagai
Wakil Gubernur Jenderal dan tinggal di istana Bogor.
Karena kesetiaan dan kepatuhannya kepada Rd. Enah Wira Atmaja, Mbah
Khaer ikut pindah ke Bogor dan dipekerjakan sebagai kepala centeng (kepala
keamanan). Di daerah Bogor Mbah Khaer terus mengembangkan jurus[1]jurus
persilatan, dan kemudian jurus-jurus tersebut dikenal dengan nama persilatan
Tjimande sesuai dengan nama kampung dimana Mbah Khaer tinggal. Pada tahun 1770,
Mbah Khaer menikah dengan orang Cianjur, kemudian pindah ke Cianjur dan tinggal
di Kampung Kamurang, Kecamatan Mande. Disana ia mengajarkan ilmu Pencak Silat Tjimandenya
kepada para pemuda.
Pada waktu itu yang menjadi Bupati Cianjur adalah Raden Adipati
Wiratanudatar yang merupakan Bupati ke- VI, yang disebut Dalem Cikundul pada
tahun 1776-1813.Begitu terkenalnya Mbah Khaer sebagai Pendekar Pencak Silat,
maka putera Bupati Wiratanudatar disuruh belajar Pencak Silat padanya.Begitu
pula para pegawai Kabupaten dan para petugas keamanan belajar Silat kepadanya.
Pada suatu ketika, Mbah Khaer diuji oleh Bupati Cianjur untuk bertanding Silat
dengan perantauan Cina dari Macao.Pertandingan Silat ini diadakan di alun-alun
Cianjur dengan dihadiri para pembesar, keluarga Bupati dan masyarakat
setempat.Dalam pertandingan ini ternyata dimenangkan oleh Mbah Khaer. Semenjak
itulah Mbah Khaer jadi bahan cerita dimana-mana.