Langsung ke konten utama

Sejarah Cimande Versi kedua

Menurut versi kedua, Abah Khaer adalah seorang ahli maenpo dari Kampung Badui. Dia dipercayai sebagai keturunan Abah Bugis (Bugis di sini tidak merujuk kepada nama suku atau daerah di Indonesia Tengah). Abah Bugis sendiri adalah salah seorang Guru ilmu perang khusus dan kanuragaan untuk prajurit pilihan di Kerajaan Padjadjaran dahulu kala. Kembali ke Badui, keberadaan Abah Khaer di Kampung Badui mengkhawatirkan sesepuh-sesepuh Kampung Badui, karena saat itu banyak sekali pendekar-pendekar dari daerah lain yang datang dan hendak mengadu jurus dengan Abah Khaer, dan semuanya berakhir dengan kematian. Kematian karena pertarungan di tanah Badui adalah "pengotoran" akan kesucian tanah Badui.

Karena itu, pimpinan Badui (biasa dipanggil Pu’un) meminta Abah Khaer untuk meninggalkan Kampung Badui, dengan berat hati, Abah Khaer pun pergi meninggalkan Kampung Badui dan bermukim di desa Cimande-Bogor. Tetapi, untuk menjaga rahasia-rahasia Kampung Badui (terutama Badui dalam), Abah Khaer diminta untuk membantah kalau dikatakan dia berasal dari Badui, dan orang Badui (Badui dalam) pun semenjak itu diharamkan melatih Maenpo mereka ke orang luar, jangankan melatih, menunjukan pun tidak boleh. Satu hal lagi, Abah Khaer pun berjanji untuk “menghaluskan” Maenpo nya, sehingga tidak ada lagi yang terbunuh dalam pertarungan, dan juga dia berjanji hanya akan memakai dan memanfaatkannya untuk kemanusiaan. Oleh karena itu, dahulu beberapa Guru-guru Cimande tua tidak akan menerima bayaran dari muridnya yang berupa uang, lain halnya kalau mereka memberi barang misalnya beras, ayam, gula merah atau tembakau sebagai wujud bakti murid terhadap Guru. Barang-barang itupun, oleh Guru tidak boleh dijual kembali untuk diuangkan.

Versi kedua ini banyak diadopsi oleh komunitas Maenpo dari daerah Jawa Barat bagian barat (BantenSerangSukabumiTangerang, dan sebagainya). Mereka juga mempercayai beberapa aliran tua di sana awalnya dari Abah Khaer, misalnya Sera. Penca Sera berasal dari Uwak Sera yang dikatakan sebagai salah seorang murid Abah Khaer (ada yang mengatakan anak, tetapi paham ini bertentangan dengan paham lain yang lebih tertulis). Penca Sera sendiri sayangnya sekarang diakui dan dipatenkan di Amerika oleh orang Indo-Belanda sebagai beladiri keluarga mereka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah

Sejarah Tjimande Versi Pertama Ini adalah versi yang berkembang di daerah  Priangan  Timur (terutama meliputi daerah  Garut  dan  Tasikmalaya  dan juga  Cianjur  selatan). Berdasarkan versi yang ini, Abah Khaer belajar Silat dari istrinya. Abah Khaer diceritakan sebagai seorang  pedagang  (dari Bogor sekitar abad 17 sampai abad 18) yang sering melakukan perjalanan antara  Batavia ,  Bogor ,  Cianjur ,  Bandung ,  Sumedang  .......... Sejarah Tjimande Versi Kedua Menurut versi kedua, Abah Khaer adalah seorang ahli maenpo dari Kampung  Badui .    Dia dipercayai sebagai keturunan Abah Bugis (Bugis di sini tidak merujuk kepada nama suku atau daerah di Indonesia Tengah). Abah Bugis sendiri adalah salah seorang Guru ilmu perang khusus dan kanuragaan untuk prajurit pilihan di  Kerajaan Padjadjaran  dahulu kala........... Sejarah Tjimande Versi Ketiga Versi ketiga inilah yang "sedikit" ada bukti-bukti tertulis dan tempat yang lebih jelas. Versi ini pulalah yang dipakai oleh keturunan

Abah Madharis Ke Sukaagung (Bagian 2)

Pada tahun 1934, Abah Madharis pindah ke Wilayah lampung Selatan di Bedeng Kampung Sukaagung Kecamatan Kedondong dan sekarang menjadi Kecamatan Bulok, Kabupaten Tanggamus.  Pertama kali mengembangkan persilatan Tjimande beliau mengajar tujuh orang murid antar lain: Abah Khamdani,  berasal dari Sukaagung   Kabupaten Tanggamus Abah  Johan, b erasal dari Talang Padang Kabupaten Tanggamus Abah  Unel, b erasal dari Teluk Betung Bandar Lampung Abah  Jalal, b erasal dari Pringsewu Kabupaten Tanggamus Abah  Jamhari, b erasal dari Sukadana Lampung Timur Abah  Samanan, b erasal dari Suka Ratu Abah  Muni, b erasal dari Kepayang Kabupaten Tanggamus Setelah mengajar ke tujuh muridnya barulah menyusul beberapa murid lainnya dan beberapa murid dipercaya untuk mengajar silat, maka persilatan itu mulai dikembangkan di Daerah Kabupaten Lampung Selatan dan Kota Madya Tanjung Karang Teluk Betung yang sekarang menjadi Kota (Bandar Lampung) sementara yang ditugaskan di Bandar Lampung untuk men

Sikap Politik Anggota Perguruan Silat Tjimande Yayasan Kesti TTKKDH (Bagian 2

Sebagai organisasi yang taat kepada pemerintah, Pengurus Pusat Perguruan Pencak Silat Tjimande Yayasan Kesti TTKKDH merasa perlu memberi petunjuk agar seluruh Anggotanya tetap menggunakan hak politik mereka secara benar dan bertangung jawab pada tahun politik 2024 nanti. Perlu dipahami bersama, sikap politik anggota Perguruan Pencak Silat Yayasan Kesti TTKKDH adalah bersifat personal-individual, tidak atas nama organisasi, dan tidak boleh memanfaatkan organisasi sebagai alat politik praktis, karena Perguruan Silat Tjimande Yayasan Kesti TTKKDH telah kembali menjadi organisiasi sosial-kebudayaan, sosial-keagamaan yang akan konsisten mengurusi masalah kelestarian seni budaya Tjimande dan dakwah Islamiyah secara kultural. Pengurus Pusat   Perguruan Pencak Silat Tjimande Yayasan Kesti TTKKDH mengimbau kepada seluruh Anggotanya agar tetap menggunakan hak politiknya secara benar dan bertanggung jawab dan di sesuaikan dengan cita-cita menegakkan akhlaqul karimah. Sikap di atas tidak lain